Selasa, 05 Oktober 2010

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL GINJAL (RENAL FAILURE)

        Gagal ginjal kerusakan berat atau kehilangan total dari fungsi ginjal. Gagal ginjal adalah ketidakmampuan ginjal mengeluarkan produk sisa metabolisme dan air, yang kemudian dapat menyebabkan gangguan fungsi pada seluruh sistem tubuh. Gagal ginjal diklasifikasikan menjadi akut dan kronik.
Gagal ginjal akut biasanya terjadi dengan cepat.Walaupun gagal ginjal akut potensi membaik kembali, namun angka kematian akibat gagal ginjal cukup tinggi dan memerlukan pengobatan lebih lanjut.
Gagal ginjal kronik dan membahayakan dan harus dilakukan dialisis atau transplantasi guna memperpanjang harapan hidup.

Gagal Ginjal Akut (GGA)
Ditandai dengan kemunduran yang cepat fungsi ginjal dengan peningkatan azotemia(akumulasi produk buangan nitrogen misalnya BUN) dan meningkatnya kadar kreatinin serum.
Uremia adalah kondisi dimana terjadinya azotemia yang bersifat progres dengan gejala-gejala yang menyertai. GGA biasanya berhubungan dengan penurunan output urine kurang dari 400 ml/hari, walaupun kemungkinan normal atau peningkatan ouput urine. Tidak ada hubungan antara jumlah produk urine dan beratnya gagal ginjal.
GGA biasanya terjadi beberapa jam atau hari dengan peningkatan BUN secara progresif, peningkatan kreatinin, dan kalium dengan atau tanpa oliguria. Lebih sering GGA lebih berat, hipertensi yang lama atau hipovolumia atau kontak dengan agen neprotoxic.
Etiologi dan pathophysiology
Penyebabnya multipel dan kompleks. Dapat dikatagorikan kedalam prerenal, intrarenal, dan psotrenal.
Prerenal, yaitu faktor diluar ginjal yang menurunkan aliran adarah ginjal dan meningkatnya penurunan perfusi glomerulus dan filtrasi glomerulus. Hipovolumia dapat mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, juga gagal jantung dimana menurunnya efektifitas volume sirkulasi darah. Pengobatan dapat dimulai termasuk pengobatan NSAID dimana obat ini memblok sistesa prostaglandin, dan angiotesinogen-converting enzim (ACE) inhibitor, dan memblok sintesa angiotensin II. Penyakit prerenal dapat menyebabkan terjadinya penyakit intrarenal (nekrotis tubulus) jika ginjal mengalami iskemik yang lama. Prerenaladalah penyebab yang paling sering menyebabkan GGA, rata-rata 70% dari semua kasus.
Intrarenal, yaitu menyebabkan kerusakan langsung pada jaringan ginjal (parenkim) yang menghasilkan malfungsi dari nefron. Intrarenal yang merupakan penyebab jumlahnya rata-rata 25 % dari semua kasus GGA. Penyakit ginjal primer misalnya glomerulonephritis akut dan pyelonepritis akut dapat menyebabkan terjadinya GGA. Lebi sering adalah nektorits tubulus akut (ATN=acute tubular necrosis) adalah merupakan predisposisi.ATN dapat disebabkan oleh adanya iskemia, nephrotoxin (misalnya antibiotik), hemoglobin yang dilepaskan dari hemolisis eritrosit, atau myoglobin dilepaskan dari sel-sel otot yang nekrotis. Nephrotoxic kimiawi dan obat-obatan dapatmenyebabkan obstruksi struktur intrarenal oleh kristal-kristal atau kerusakan nyata pada sel epitel dari tubulus. Banyak obat-obat yang meyebabkan injury nephrotoxic yaitu aminoglycoside antibiotik dan agen radiocontras. Hemoglobin dan myoglobin memblok tubulus dan menyebabkan vasokonstriksi ginjal.
Postrenal, termasuk obstruksi mekanikal dari aliran urine. Saat aliran urine mengalami bloking, urine kembali kedalam piala ginjal, yang menyebabkan gagal ginjal. Yang terutama penyebabnya yaitu BPH, batu, trauma, kanker prostat, dan tumor lain. Akibat postrenal ini rata-rata jumlah kurang dari 5 % dari semua kasus, dan insiden tertinggi terjadi pada usia tua. Keadaan ini biasanya dapat diobati dengan baik apabila belum terjadi kerusakan ginjal yang permanen.
Ada dua mekanisme utama yang meningkatkan kejadian GGA adalah iskemia ginjal dan injury nephrotoxic. GGA yang terjadi akibat kedua hal tersebut menyebabkan ATN. Iskemia ginjal berat menyebabkan gangguan pada membran dasar dan menyebabkan kerusakan epitel tubulus. Agen nephrotoxic mrenyebabkan nekrosis dari sel epitel tubulus, dimana tubulus menjadi lepas. ATN berpotensi reversibel jika dasar embran tidak dirusak dan jika epitel tubulus yang nekrosis mengalami regenerasi.
Proses patologik meliputi :
  1. Vasokonstriksi renal. Hipovolumia dan penurunan aliran darah ginjal akan menstimulasi pelepasan renin, dimana yang mengaktivasi sistem angiotensin-aldosteron yang menyebabkan vasokonstriksi arteri perifer dan arteriol afferen ginjal. Dengan penurunan aliran darah ginjal, akan menurunkan tekanan kapiler glomerulus dan GFR dan mneyebabkan disfungsi tubulus dan terjadi oliguria.
  2. Edema selular. Iskemia menyebabkan anoksia, dimana akan memicu terjadinya edema sel endotel. Edema selular akan meningkatkan tekanan jaringan diatas tekanan aliran kapiler sehingga aliran darah melalui artriol mengalami gangguan. Tidak adekuatnya aliran darah ginjal menyebabkan depresi GFR.
  3. Penurunan permieabilitas kapiler glomerulus. Iskemia akan mengganggu sel epitel glomerulus dan selanjutnya menurunnya permeabilitas kapiler glomerulus dan selanjutnya terjadi enurunan GFR.
  4. Obstruksi intratubuler. Ketika tubulus rusak, akan terjadi edema insterstitiel, dan nekrosis sel epitel bertumpuk dalam tubulus. Penumpukan ini juga terjadi rendahnya GFR oleh obstruksi tubulus dan peningkatan tekanan intratubuler.
  5. Kebocoran filtrasi glomerulus. Kebocoran filtrasi glomerulus akan kembali kedalam plasma melalui kebocoran dari kerusakan membran tubulus, kemudian menurunnya aliran cairan intratubulus.
Kejadian klinik :
Secara klinik GGA menjadi progresif melalui phase oliguria, diuresis, dan pemulihan. Pada situasi tertentu pasien tidak dapat pulih kembali dari GGA, dan akan berlanjut menjadi GGK.
Phase oliguria.
Manifestasi yang sering terjadi pada GGA adalah oliguria yang disebabkan oleh penurunan GFR. Oliguria biasanya terjadi dalam 1 sampai 7 hari. Jika iskemia, oliguria terjadi dalam 24 jam, tetapi ketika nephrotoxic obat-obatan maka mulainya agak lambat mungkin untuk beberapa minggu. Adanya anuria (≤ 400 ml output urine/24 jam) dan ini jarang terjadi kecuali kalau kalau sebab pemicunya adalah gangguan obstruksi. (GGA nonoliguria dapat juga terjadi. Dalam keadaan ini, mulainya dapat tidak jelas dengan hipervolemia atau meningkatan BUN yang secara abnormal terjadi sejak awal). Lamanya phase oliguria dapat berentang dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada kasus tertentu sampai beberapa bulan. Rata-rata lamanya 10 – 14 hari, prognosis jelek untuk kembalinya fungsi ginjal.
Hal ini penting dibedakan dengan oliguria prerenal dari oliguria dari GGA. Oliguria prerenal tidak ada kerusakan pada jaringan ginjal. Oliguria disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah (misalnya syok, luka bakar, dehidrasi berat, penurunan curah jantung) dan biasanya reversibel. (banyak kasus gagal intrarenal juga potensi reversibel) dengan penurunan volume sirkulasi darah, mekanisme autoregulasi seperti meningkatnya angiotensin II, peningkatan norpeineprin, peningkatan ADH guna memenuhi aliran darah pada organ tubuh. Terjadinya vasokonstriksi dengan retensi air dan natrium. Oliguria prerenal ditandai dengan adanya peninggian berat jenis urine dan konsentrasi garam yang rendah.
Sebaliknya, oliguria intrarenal ditandai oleh normalnya berat jenis urine dan tingginya konsentrasi natrium, diindikasikan adanya injury tubulus yang tidak dapat lagi berespon pada mekanisme autoregulasi. Oliguria gagal intrarenal disebabkan oleh ATN sehubungan dengan iskemia atau toksin yang ditandai dengan adanya granula atau masuknya sel epitel dalam urine.
Manifestasi pada phase oliguria mengalami perubahan pada output urine, cairan elektrolityang tidak normal, dan terjadi uremia. Perawat harus berhati-hati adanya tanda-gejala ini.
Perubahan dalam berkemih.
Penurunan output urine kurang dari 400 ml/24 jam. Urine nampak bercampur darah tetapi biasanya tidak. Urine mengandung eritrosit dan lekosit, berat enis urine sekitar 1.010, dan osmolality urine pada sekitar 30 mOsm/kg (300 mmol/kg). Kondisi ini menunjukkan adanya kerusakan tubulus dengan hilangnya kemampuan konsentrasi oleh ginjal. Proteinuria dapat terjadi jika gagal ginjal berhubungan dengan disfungsi membran glomerulus.

Volume cairan berlebihan.
Pada saat output urine berkurang, akan terjadi retensi cairan dalam tubuh. Beratnya gejala bergantung pada meluasnya dari cairan yang berlebihan. Vena leher nampak mengalami distensi, denyut nadi menjadi lebih terbatas, dan edema sentra dan perifer dan hipertensi terjadi. Kelebihan cairan dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti, edema paru, dan efusi pericadium dan efusi pleura.

Asidosis metabolik

Gagal ginjal dimana ginjal tidak dapat mensintesa amoniak, yang diperlukan guna meneksresi ion H, atau mengeluarkan asam yang dimeabolsme. Kadar bikarbonat serum menurun sebab bikarbonat digunakan untuk menyimpan oin H. terjadi gangguan reabsorpsi dan regenerasi bikarbonat. Pasien akan mengalami pernafasan kusmaul (cepat, dan dalam) guna peningktan pengeluaran CO2.

Kesimbangan natrium.

Kerusakan tubulus tidak dapat menyimpan lagi natrium. Sehingga urine mengekresi natrium akan meningkat, menyebabkan natrium serum menurun. Peningkatan kadar natrium dapat dikurangi adanya hipervolemia (pengenceran hiponatremia). Asupan natrium yang berlebihan perlu dihindari sebab dapat menyebabkan meningkatnya volume ekspansi, hipertensi, dan gagal jantung kongesti.

Kalium yang berlebihan.

Kadar kalium mengalami peningkatan. Ginjal mempunyai kemampuan mengeksresi kalium tubuh sebanyak 80 sampai 90 %. Jika terjadi GGA yang disebabkan trauma jaringan yang masif, kerusakan sel akan melepaskan tambahan kalium kedalam ekstraseluler. Sehingga pasien dengan injury jaringan akan meningkatkan kadar kalium serum. Dengan asidosis dapat meningkatkan gerakan kalium dari intrasel ke cairan ekstrasel.
Apabila kalium melebihi 6 mEq/L (6 mmol/L), pengobatan segera dilakukan guna mencegah terjadinya aritmia jantung. EKG nampak peningkatan gelombang T, kompleks QRS memanjang, ST depresi. Otat jantun paling toleransi bila terjadi peningkatan kalium secara tiba-tiba.

Pengurangan kalsium dan kelebihan phosfat.

Kadar kalsium serum yang rendah sebagai akibat penurunan absorpsi kalsium pada sistem pencernaan. Absorpsi kalsium dari saluran cerna diaktivasi oleh vitamin D. Hanya ginjal yng dapat mengaktivasi vitamin D sehingga absorpsi kalsium pada saluran cerna terjadi. Saat kalsium dikeluarkan dari tulang oleh respon hormon paratiroid, maka phosfat juga dilepaskan. Peningkatan serum phosfat menyebabkan penurunan ekresi oleh ginjal. Secara normal kalsium plasma ditemukan terionisasi (bentuk aktif secara fisiologis) atau ikatan dengan protein. Pada gagal ginjal, mengskibatkan hipokalsemia terjadi karena asidosis menyimpan banyak kalsium untuk membentuk ionisasi. Kadang-kadang rendahnya kadar kalsium yang terionisasi dalam serum menyebabkan terjadinya tetany.

Akumulasi produk nitrogen.

Ginjal adalam ogan peembuangan utama urea, produk akhir metabolisme protein, kreatinin, dan produk akhir metabolisme otot endogen. BUN dan kadar kreatinin meningkatpada gagal ginjal. Peningkatan BUN harus dinterpretasikan dengan akibat adanya dehidrasi dan katabolisme, disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, demam, injury berat, atau perdarahan gastrointestinal, yang dapat meningkatkan BUN. Indikator serum yang terbaik untuk gagal ginjal adalah kreatinin sebab tidak biasanya terjadi gangguan oleh faktor lain sebagaimana pada BUN.
Bahkan semua sistem tubuh menjadi terpengaruh bila terjadi sindroma akut uremia.

Phase diuretik

Phase diuretik dimulai secara bertahap dengan meningkatnyaurine output setiap hari 1 sampai 3 liter/hari, juga sampai 3sampai 5 L/hari atau lebih.Walaupun output urine meningkat, nefron tetap tidak berfungsi secara penuh.Peningkatan volume urine disebabkan oleh diuresis osmotik dari tingginya konsentrasi urea dalam filtrasi glomerulus dan ketidakmampuan tubulus mempertahankan konsentrasi urine. Pada phase ini dimana ginjal kembali pulih kemampuannya mengekresi sampah tetapi urine tidak mengalami konsentrasi. Pada phase hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi akibat kehilangan cairan yang berlebihan.
Tahap ini akan terjadi uremia yang lebih berat, yang dibuktikan dengan adanya rendahnya bersihan kreatinin dan peningkatanserum kreatinin dan BUN. Akibat kehilangan cairan dan elektrolit yang banyak, pasien harus dimonitoring adanya hiponatremia, hipokalemia, dan dehidrasi. Phase diuretk lebih dari 1 sampai 3 minggu. Mendekati akhir phase ini pasien mulai normal yaitu asam-basa, elektrolit, dan produk buangan.

Phase pemulihan

Phase pemulihan dimulai saat terjadi peningkatan GFR dimana BUN dan kadar kreatinin mulai stabil dan bahkan menurun.Walaupun lebih meningkat pada 1 sampai 2 minggu pertama dari phase ini, fungsi ginjal akan meningkat diatas 12 bulan setelah GGA.
Hasil dari GGA mempengaruhi seluruh kesehatan pasien, beratnya gagal ginjal, dan jumlah dan jenis komplikasi. Angka kematian akibat GGA antara 30 sampai 60%, bergantung pada apakah pasien megalami ATN dan oliguria yang mempunyai risiko kematian 50%.kematian banyak terjadi sebagai akibat adanya infeksi. Infeksi terjadi dalam 30% sampai 70% dari individu yang mengalami GGA. Insiden infeksi meningkat pada individu yang mengalami pembedahan atau cedera akibat trauma yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
Beberapa pasien tidak pulih kembali dan berlanjut menjadi GGK. Usia tua lebih jelek dibanding usia mudah.

Diagnostik test

Pemeriksaan urine penting untuk diagnostik test, misal urine sedimen dengan kandungan didalamnya. Hematuria, pyuria, dan adanya kristal dalam urine dapat berhubungan dengan postrenal.
Ultrasound, renal scan, retrogradepyelogram, CT Scan dan MRI dapat dipertimbangkan untuk test diagnostik.
Penatalaksanaan medik :
Oleh karena GGA berpotensi reversibel, tujuan utama pengobatan adalah mempertahankan pasien dalam kondisi normal sehingga gainjal mengalami perbaikan sendiri. Faktor pemicu terjadinya GGA ditetntukan dan diperbaiki. Penanganan ditujukan pada pengawasan gejala-gejala dan pencegahan komplikasi.
Tahap pertama yaitu dengan mempertahankan secara adekuat volume intravaskuler dan curah jantung guna menjamin adekuatnya perfusi pada ginjal. Terapi diuretik dilakukan sepanjang volume ekspander guna mencegah terjadinya cairan berlebihan. Terapi diuretik termasuk furosemide (lasix), edecrin, bumex, atau osmotik diuresis (mannitol). Terapi konservatif diperlukan hingga fungsi ginjal kembali. Pada umumnya dilakukan dialisa guna memngurangi gejala dan mencegah komplikasi.
Intake caioran dimonitoring secara ketat selama phase oliguria. Perhitungan pengembalian cairan dengan mempertimbangkan pengeluaran dalam 24 jam (misalnya melalui urine, diare, muntah, darah) ditambah 500 sampai 600 ml IWL (misalnya melalui pernafasan, keringat). Contoh, jika pasien mengeluarkan urine 300ml pada hari senin dengan tanpa yang kehilangan cairan yang lain, maka pengembalian cairan pada hari selasa sebanyak 800 sampai 900 ml.
Hiperkalemia adalah salah satu komplikasi yang sangat berbahaya pada GGA sebab dapat mengacam kehidupan yaitu terjadinya aritmia jantung. Diberika terapi guna menurunkan kadar kalium. Sodium polystyrene sulfonate (Kayexalate) tidak dapat diberikan pada pasien yang mengalami ileus paralitik.

Indikasi dilakukan dialisis :
1. Volume berlebihan yang menyebabkan gagal jantung kongesti dan edema paru.
2. Kadar kalium diatas 6 mEq/L (6 mmol/L) dengan adanya perubahan EKG.
3. Asidosis metabolik (kadar bikarbonat serum kurang dari 15 mEq/L (15 mmol/L)
4. Kadar BUN diatas 120 mg/dl (43 mmol/L)
5. Perubahan sattus mental yang significant
6. Perikarditis, efusi perikardium, atau tamponade jantung.
7. Juga diperlukan pemeriksaan laboratorium, dan pengkajian klinik sangat diperlukan sebagai pedoman menentukan kebutuhan dialisis.

Terapi nutrisi

Selanjutnya pembatasan cairan dan terapi nutrisi ditetapkan dengan penurunan berat badan 0,25 sampai 0,5 kg/hari dari kehilangan katabolisme jaringan tubuh dengan rendahnya diet protein. Pasien yang tidak menerima nutrisi yang adekuat, maka katabiolisme protein tubuh akan terjadi. Hal ini akan meningkatkan kadar urea, phosfat, dan kalium. Tujuan utama terapi nutrisi adalah menurunkan katabolisme protein tubuh. Energi yang cukup diperoleh dari dari KH dan sumber lemak guna mencegah ketosis akibat pemecahan lemak dan glukoneogenesis dari pemecahan protein. Kalori nonprotein diberikan setiap hari (35 sampai 55 kkcl/kg berat badan).Intake protein umumnya 1,0 sampai 1,5 g/kg. Pemberian asam amino esensial (misalnya Amin-Aid) dapat diberikan.
Kalium dan natrium dapat diatur sesuai kadarnya dalam plasma. Pembatasan natrium diperlukan untuk mencegah edema, hipertensi, dan gagal jantung kongesti. Pasien menerima 30% sampai 40% total kalori dari lemak. Bila saluran cerna tidak berfungsi, total parenteral nutrition(TPN) lebih tepat diberikan guna mempertahankan nutrisi yang adekuat.
Asuhan keperawatan
Pengkajian keperawatan :
Termasuk area tertentu. Penting untuk memonitor tekanan darah, denyut nadi, frekuensi dan pola pernafasan, dan temperatur tubuh. Penampilan umum dikaji termasuk warna kulit, edema perifer, distensi vena leher, dan adanya luka.
Bila dilakukan hemodialisa, kaji pembuluh darah pada area HD kemungkinan adanya tanda inflamasi. Tingkat kesadaran perlu dikaji. Mukosa mulut apakah kering atau mengalami inflamasi. Paru harus diauskultasi adanya crackle atau ronchi. Bunyi jantung harus dimonitor akan adanya bunyi S3 dan murmur. Hasil EKG kemungkinan terjadi aritmia. Output urine termasuk volume, warna BD uirne, adanya darah, glukosa, sedimen dan protein.

Diagnosa keperawatan :
1. Volume caian berlebihan berhubungan dengan gagal ginjal dan retensi cairan
2. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tinfdakan invasif, keracunan ureum dan gangguan respon imun akibat gagal ginjal.
3. Gangguan nutrisi ; Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan metabolik dan pembatasan diet.
4. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan keracunan ureum dan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.
5. Gangguan proses berfikir berhubungan dengan pengaruh keracunan ureum pada sistem saraf pusat.
6. Kerusakan itegritas kulit berhubungan dengan lokasi pemasangan HD atau peritonial dialisis dan gagal ginjal.
7. Kelelahan berhubungan dengan anemia dan keracunan ureum.
8. Kecemasan berhubungan dengan proses penyakit, tindakan prosedur.
9. Risiko terjadinya komplikasi : hiperkalemia berhubungan penurunan pengeluaran kalium dari ginjal.
10. Risiko komplikasi : Aritmia berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit.

Perencanaan
Tujuan utama pada pasien :
1. Pulih secara sempurna tanpa adanya gangguan fungsi ginjal.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Menurunkan kecemasan
4. patuh dan paham akan kebutuhan perawatan selanjutnya.

Tindakan keperawatan
Peningkatan kesehatan.
Pencegahan terjadinya GGA sangat penting sebab tingginya angka kematian, oleh karena itu pencegahan ditujukan pada upaya mengidentifikasi dan memitoring penduduk berisiko tinggi, pengawasan industri kimia dan obat-obat yang bersifat nephrotoxic, dan pencegahan hipotensi dan hipovolemia yang berkepanjangan. Di rumah sakit pada pasien yang berisikotinggimengalami GGA pada pasien yang mengalami trauma massif, pembedahan besar, luka bakar yang luas, gagal jantung, sepsis, individu yang mengalami insufisiensi ginjal akibat penyakit kronik seperti hipertensi, diabetes melitus, atau systemic lupus erythematosus. Pasien harus dimonitoring secara hati-hati terhadap asupan dan haluaran, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan kemungkinan reaksi transfusi darah. Ekstrarenal yaitu kehilangan cairan akibat muntah, diare, perdarahan, dan peningkatan IWL. Pemberian cairan dengan segera mencegah iskemia dasn kerusakan tubulus yang berhubugan dengan trauma, luka bakar, dan pembedahan. Pencatatan asupan dan haluaran dicatat dan dan berat badan ditimbang hal ini sebagai indikator keadaan volume cairan tubuh. Pemberian diuretik pada pasien yang mengalami kelebihan cairan tubuh perlu dimonitoring karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi pembuluh darah renal yag tidak adekuat.
Infeksi stretokokus diidentifikasi dan diberikan pengobatanantibiotik. Komplikasi infeksi streptokokus yaitu glomerulonephritis akut dan penyakit jantung rematik.
Pada individu dewasa yang mengalami diabetes dilakukan berbagai pemeriksaan diagnostik perlu dilakukan pencegahan agar tidak terjadi gagal ginjal. Industri dan bahan kimia pertanian dan produk lainnya ( larutan organik, insektisida, bahan pembersih) perlu dimonitor secara teratur guna melindungi para pekerja dan penduduk pada umumnya. Individu yang sering mengkonsumsi obat-obatan berisiko mengalami nephrotoxic dan seharusnya dilakukan monitoring kreatinin serum dan BUN. Pengobatan yang bersifat nephrotoxic diberikan hanya dengan dosis efektif dan dalam periode yang pendek. Pasien dicegah dari penggunaan analgetik yang berlebihan (terutama NSAID) karena hal ini dapat memicu gagal ginjal.

Intervensi segera.

Pasien dengan GGA adalah penyakit yang kritis dan dan diderita tidak hanya akibat penyakit ginjal tetapi juga penyakit nonrenal (misalnya trauma, penyakit jantung) yang dapat mengkonstribusi gagal ginjal. Staf keperawatan harus memberikan perhatian output urine pasien dengan tidak melupakan kebutuhan fisik dan emosional pasien. Pasien dan keluarganya memerlukan bantuan untuk memahami fungsi-fungsi seluruh tubuh yang dapat menyebabkan gagal ginjal.
Asuhan keperawatan berperan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit terutama selama phase olighuria dan phase diuretik. Mengobservasi dan mencatat akurasi asupan dan output cairan . Timbang berat badan setiap hari penting untuk mengevaluasi dan mendeteksi peningkatan berat badan atau kehilangan cairan ( 1 kg sama dengan 1000 ml cairan). Perawat mempunyai pengetahuian yang cukup tentang tanda-tanda dan gejala yang mengakibatkan hipervolemia (pada phase diuretik) atau hipovolemia (pada phase diuretik), hipernatremia atau hiponatremia, hiperkalemia atau hipokalemia dan ketidakseimbangan elektrolit lainnya yang dapat terjadi pada GGA. Hiperkalemia dimanifestasikan adanya gangguan fungsi neuromuskuler, abdominal cramp, paralisis, dan hilangnya refleks tendon yang merupakan tanda-tanda gangguan neuromuskuler. Kelainan konduksi jantung yang diketahui melalui PR interval memanjang, QRS interval memanjang,memuncak gelombang T, dan depresi segmen ST.
Oleh karena infeksi adalah penyebab utama kematian pada GGA, maka tindakan aseptik diperlukan dalam setiap tindakan invasif. Perawat berhati-hati pada infeksi derngan manifestasi lokal (misalnya pembengkakan, kemerahan, nyeri) dan manifestasi sistemik (misalnya anoreksia, malaise, lekositosis) oleh karena peningkatan temperatur dapat tidak terjadi pada pasien gagal ginjal. (pasien dengan gagal ginjal biasanya mengalami hipotermia). Jika antibiotik digunakan dalam pengobatan infeksi, hati-hati dengan jenis dan dosisnya oleh karena ginjal berperan mengeksresi berbagai antibiotik.
Komplikasi pernafasan, terutama pneumonia, dapat dicegah. Oksigen yang dilembabkan, intermittent- positive- pressurebreathing, perobahan posisi baring, nafas dalam, dan ambulasi perlu dipertimbangkan guna membantu mempertahankan ventilasi pernafasan yang adekuat.
Perawat kulit dan pencegahan dekubitus perlu dilakukan terutama pdapasien yang sudah mengalami edema, dan penurunan tonus otot. Perawatan mulut diperlukan guna mencegah stomatiti, dengan terjadinya pembentukan amoniak (yang diproduksi oleh bakteri dari pemecahan urea) dalam saliva akan mengiritasi membran mukosa mulut.

Ambulasi dan perawat dirumah.

Pemulihan dari GGA sangat bergantung dari kondisi penyakit pasien. Kondisi umum dan usia pasien, lamanya mengalami phase oliguria, dan penanganan pasien turut menentukan kondisi pemulihan.Nutrisi yang baik, istirahat, dan pembatasan aktiiftas diperlukan guna merestorasi kondisi pasien sampai pada tingkat fungsional. Diet tinggi kalori, protein dan kalium perlu diatur karena berhubungan dengan fungsi ginjal. Pasien perlu diberitahukan tanda dan gejala kekambuhan penyakit ginjal, terutama manifestasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pemulihan dari penyakit yang membutuhkan waktu yang panjang yaitu 3 sampai 12 bulan menyebabkan keterbatasan sosial dan finansial dari keluarga, oleh karena itu perlu dikonsultasikan pada lembaga tertentu. Apibila GGA tidak dapat ditanggulangi maka pasien akan sampai pada GGK.

Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada pasien GGA, pasien akan
1. mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Mengikuti progrm pengobatan.
3. Tidak mengalami komplikasi infeksi
4. mengalami pemulihan sempurna.

GAGAL GINJAL KRONIK ( GGK ).
I). DEFINISI
GGK adalah kerusakan nephron pada kedua ginjal yang bersifat progresif dan irreversible. Dimana tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Ini dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glomerulonephritis kronik, pyelonephritis, hipertensi yang tidak terkontrol, obstruksi saluran kemih, lesi herediter, infeksi, obat atau bahan toksik lainnya. Lingkungan dan agen yang berbahaya yang emmpengaruhi gagal ginjal kronik mencakup timah, merkuri, dan kromium.
Lebih dari 80% GFR (ditujukan pada pengukuran bersihan kreatinin) yang mungkin berkurang tetapi hanya sedikit perubahan fungsi tubuh. Seseorang lahir dengan 2 juta nephron dan dapat mempertahankan hidup dengan 20.000 nephron. Banyak kasus dimana individu sudah mengalami GGK tahap awal tanpa mengenal kondisi penyakitnya nephron mengalami kompensasi dimana nephro mengalami hipertrofi. Saat bersihan kreatinin dibawah 10 ml/menit (normal 85 sampai 135 ml/menit rata-rata pada orang dewasa), maka dialisis atau transplantasi ginjal diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien.
Walaupun tidak jelas tahapan pada GGK, penyakit yang progresif ini dapat dibagi kedalam 2 tahap
1. Diminished renal reserve. Tahap ini ditandai adanya BUN dan kreatinin serum dalam batas normal, dan tidak menunjukkan adanya gejala-gejala.
2. Renal insufficiency. Tahap ini terjadi saat GFR kira-kira 25% dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum akan meningkat. Mudah lelah dan merasa lemah merupakan gejala yang sering dirasakan. Gagal ginjal yang progresif, nyeri kepala, nausea, dan pruritus akan terjadi sebagai akibat kehilangan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urine.
3. End-stage renal disease (ESRD) atau uremia. Tahap akhir yang terjadi ketika GFR kurang dari 5% sampai 10% dari normal atau bersihan kreatinin kurang dari 5 sampai 10 ml/menit. Pada tahap ini banyak pasien yang mengalami kesulitan dalam ADLnya sebab pengaruh penumpukan dan perkembangan gejala.
Insiden
Di AS lebih 290.000 individu yang mengalami ESRD menjalani dialisa atau dilakukan transplantasi. Jumlah ini berlipat dua setelah 7 tahun. Setiap tahun lebih 30.000 meninggal akibat penyakit ginjal. Pasien dewasa lebih banyak mengalami ESRD. Sebelum tahun 1970, penyebab yang paling sering ditemukan pada GGK adalah glomerulonephritis dan interstitial nephritis. Demikian pula diabetes melitus dan hipertensi penyebab terbanyak yang mengakibatkan GGK di AS. Di Kanada ESRD disebabkan terutama oleh diabetes melitus dan glomerulonephritis.

II). ETIOLOGI
Ada beberapa penyakit atau kelainan yang menjadi etiologi penyakit Gagal Ginjal Kronik, antara lain :
1. Glomerulus seftrisi kronik, pielonefritis kronik.
2. Kelainan metabolik ( Nefropati Diabetik ).
3. Penyakit ginjal obstruksi.
4. Penyakit vaskuler ( Hipertensi Essensial ).
5. Herediter.

III). PATOFISIOLOGI
Akibat gangguan fungsi ginjal, maka seluruh fungsi organ tubuh juga ikut terganggu. Manifestasi klinik terjadi sebagai akibat adanya berbagai subtansi termasuk ureum, kreatinin, phenol, hormon, elektrolit, air, dan berbagai substansi lain. Uremia adalah sindroma yang mempengaruhi berbagai sistem tubuh pada pasien GGK.

Sistem perkemihan. Pada tahap insufisiensi renal,menunjukkan adanya tanda poliuria yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengkonsentrasi urine. Pasien sering bangun malam untuk berkemih (nocturia). Oleh karena adanya penurunan kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasi urine maka ditemukan adanya BD urine secara bertahap menjadi sekitar 1.010. Bila gagal ginjal berlanjut maka yang ditemukan adalah terjadinya oliguria, dan selanjutnya anuria. Jika pasien masih memproduksi urine, akan ditemukan adanya polyuria, dan hematuria.
Gangguan metabolik. Penumpukan produksi sampah buangan. Bila GFR menurun, akan terjadi peningkatan kadar BUN dan kreatinin. BUN tidak hanya mempengaruhi gagal ginjal tetapi juga intake protein, demam, katabolisme rate.Kreatinin serum dan bersihan kreatinin sangat akurat sebagai pertimbangan indikator fungsi renal dibanding BUN. Peningkatan BUN, nausea, muntah, lethargi, fatigue, gangguan proses berfikir, dan nyeri kepala adalah keluhan yang sering terjadi.
Penurunan massa otot dan penurunan aktiiftas otot sering ditemukan oleh karena kreatinin sebagai produk akhir dalam metabolisme otot.
Gangguan metabolisme karbohidrat. Gangguan metabolisme KH disebabkan oleh gangguan penggunaan glukosa akibat dari insensitifitas sel pada aktifitas normal insulin. Hiperglikemia ringan, hiperinsulinemia, dan glukosa toleran test akan sering ditemui. Insulin dan metabolisme glukosa dapat meningkat (tetapi tidak dalam nilai normal) setelah dilakukan dialisa.
Individu yang mengalami diabetes melitus dan mengalami uremia mungkin kurang mendapat insulin dari pada sebelum mulainya GGK. Oleh karena insulin eksogenik dan endogenik akan bersirkulasi lama dalam ginjal yang mengalami gagal ginjal. Oleh karena itu itu pasien diabetes perlu dimonitoring secara hati-hati.
Peningkatan trigliserida. Hiperinsulinemia menstimulasi prosduksi trigliserida dihati, dan asimilasi trigliserida oleh jaringan perifer berkurang. Banyak pasien yang mengalami uremia juga mengalami hiperlipidemia. Gangguan metabolisme lemak berhubungan dengan penurunan enzim lipoprotein lipase, dimana enzim ini penting untuk memecah lipoprotein. Kadar serum trigliserida biasanya tidak menurun setelah dialisa dimulai.
Ketidakseimbangan elektrolit dan asam-basa.
Kalium, Hiperkalemia masalah elektrolit yang paling serius berhubungan dengan gagal ginjal. Aritmia yang fatal dapat terjadi disaat kalium serum menjadi 7 sampai 8 mEq/L (7 sampai 8 mmol/L). Hiperkalemia terjadi karena kegagalan ginjal mengeluarkannya, pemecahan protein sel dan selanjutnya melepaskan kalium, dan asidosis yang mendorong pergerakan kalium dari intrasel ke ekstra sel. Kalium diperoleh dari diet, pemberian kalium, pengobatan, dan infus kalsium dan fosfat.
Natrium. Hipernatremia sangat mungkin terjadi karena tertahan dalam air. Natrium dapat menyebabkan edema, hipertensi, dangagal jantung kongesti. Pada umumnya dilakukan pembatasan diet natrium.
Asidosis metabolik.
Terjadi karena ketidakmampuan ginjal mengeksresi beban asam (utamanya amoniak) dan adanya gangguan reabsorpsi dan regenerasi bikarbonat. Rata-rata orang dewasa memproduksi 80 sampai 90 mEq asam perhari. Plasma bikarbonat biasanya stabil disekitar 16 sampai 20 mEq/L (16 sampai 20 mmol/L).Umumnya tidak sampai dibawah tingkat itu oleh karena ion hidrogen yang diproduksi biasanya seimbang oleh adanya buffer dari demineralisasi dari tulang (sistem buffer fosfat). Pernafasan kusmaul kurang menonjol pada GGK dari pada GGA, pola nafas menurun bila terjadi asidosis berat karena meningkatnya ekskresi CO2.
Sistem hematologi
Anemia, yang berhubungan dengan GGK diklasifikasikan dalam bentuk normositik,dan normochromic. Penyebab utama anemia adalah menurunnya produksi hormon eritropoietin oleh ginjal, menyebabkan penurunannya eritropoiesis oleh sumsum tulang. Eritropoietin menstimulasi sumsum tulang memproduksi eritrosit. Faktor lain yang dapat menyebabkan anemia adalah defisiensi nutrisi, peningkatan hemolisis eritrosit, seringnya pengambilan darah untuk pemeriksaan, dan perdarahan saluran cerna. Banyak pasien gagal ginjal mengalami defisiensi zat besi, pada pasien yang secara tetap dilakukan HD, kehilangan darah melalui dialisa dapat mengakibatkan anemia. Peningkatan kadar hormon paratiroid (diproduksi sebagai kompensasi rendahnya kalsium serum) dapat menghambat eritropoiesis, sehingga masa hidup eritrosit menjadi pendek.
Tendensi perdarahan, sering terjadi perdarahan pada pasien uremia karena gangguan trombosit. Gangguan fungsi trombosit menyebabkan kemungkinan terjadi perdarahan. Gangguan sistem koagulasi dengan peningkatan konsentrasi faktor VIII dan fibrinogen ditemukan pada serum pasien.
Infeksi, merupakan komplikasi yang disebabkan perubahan fungsi leukosit dan gangguan respon imun. Menurunnya respon terhadap inflamasi akibat gangguan respon kemotaksis yaitu neutrofil dan monosit. Respon imun selular dan humoral juga tertekan yang ditandai oleh adanya limfopenia, atrofi limfoid (terutama kelenjar thimus), penurunan produksi antibodi dan penekanan respon hipersensitivitas- lambat. Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi adalah malnutrisi protein, hiperglikemia,, dan trauma eksternal (misalnya pemasangan kateter, suntikan ).