Rabu, 20 Oktober 2010

PROPOSAL HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA DENGAN PENCEGAHAN PENULARAN TBC PARU PENELITIAN CROSS SECTIONAL DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO


  
 
BAB  I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, penyakit TB Paru masih menjadi momok karena negara ini termasuk daerah endemis TBC. Kasus TBC di dunia sekitar 40% berada di kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga di bawah Cina dan India. Diperkirakan di antara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang terinfeksi TBC. TBC di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian akibat TBC lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan kedua (Depkes,2001)
Penyakit TB paru disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang dipengaruhi oleh pengetahuan, prilaku dan sikap. Dari sudut pandang biologis, prilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung dan menurut (Notoatmojo,2002) Prilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu pula.
   1
 
Dalam pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang yang terdekat dari pasien terutama pasien TB paru. Pengetahuan keluarga mengenai menjaga kesehatan agar tetap dalam kondisi yang sehat baik jasmani maupun rohaninya, terutama bila ada keluarga yang menderita TB paru, motivasi dan peran keluarga sangat diharapkan misalnya secepat mungkin membawa penderita ditempat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan serta bagaimana perilaku dan sikap keluarga dapat mencegah penularan penyakit TB paru.
Faktor pengetahuan yang merupakan ilmu yang diketahui seseorang ataupun pengalaman yang dialami oleh seseorang maupun orang lain. Amat terlebih dalam hal ini bagaimana seharusnya keluarga klien yang terdiagnosa TBC paru mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit TBC paru ini, dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan pengobatan TBC amat terlebih dalam mencegah penularannya, karena jika sikap keluarga klien yang terdiagnosa TBC mengerti apa yang sebenarnya dia lakukan maka secara otomatis dia juga bisa dan mampu melindungi dirinya dan anggota keluarga  lainnya. Prilaku disini adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoatmojo,2002) artinya antara prilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku yang lain, prilaku sekarang adalah kelanjutan prilaku yang baru lalu, dan seterusnya dengan kata lain bahwa prilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan secara serta merta. Jadi, sebenarnya prilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat begitu juga dengan prilaku keluarga. Jika prilakunya baik maka akan membawa dampak positif  bagi pencegahan pengeluaran TBC paru.
Dalam meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi di atas diperlukan suatu pengetahuan,  sikap dan prilaku, yang berasal dari keluarga  dalam pencegahan penularan TB paru. Untuk mempelajari tentang prilaku keluarga dalam pencegahan penularan Tubercolosis paru maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang : ”Hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga dengan Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru di Ruangan Penyakit Dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.”

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut diatas dapat diasumsikan termasuk kurang berhasilnya prilaku keluarga dalam pencegahan TB paru  dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga tentang pencegahan penularan TB Paru sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana hubungan pengetahuan, sikap dan sikap keluarga dengan pencegahan penularan penyakit TB Paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.

C. Tujuan Penelitian
  1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan  keluarga dengan pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
  1. Tujuan Khusus
a.         Untuk mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dengan pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
b.         Untuk mengetahui hubungan sikap keluarga dengan pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
c.         Untuk mengetahui hubungan tindakan keluarga dengan  pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.

D.  Manfaat Penelitian
  1. Institusi Pendidikan
Menambah bahan referensi bagi institusi dan merupakan data awal bagi peneliti selanjutnya.
  1. Rumah Sakit
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan juga diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan pada penderita TBC paru dan upaya-upaya dalam pencegahan penularan TBC paru.
  1. Untuk Peneliti
Memperkaya ilmu pengetahuan sehingga berguna bagi pekerjaan dan tugas peneliti sebagai bahan masukan yang digunakan untuk penerapan prilaku keluarga yang baik dalam pencegahan penularan TB paru yang dapat menurunkan penularan TB paru. 
 
  
 
BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Konsep dan Teori Perilaku
1. Pengertian
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati seccara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo, 1997)
Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut ransangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoadmodjo, 1997).
Robert Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (1997), perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Umum, perilaku  manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup (Kusmiyati dan Desminiarti,1991)
Menurut penulis yang disebut perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
    5
 


2. Proses Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yakni :
a.       Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2 yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang menyebabkan dehidrasi.
b.      Kebutuhan rasa aman, misalnya :
1)        Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan kejahatan lain.
2)        Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan lain-lain.
3)        Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit
4)        Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
c.       Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :
1)        Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.
2)        Ingin dicintai/mencintai orang lain.
3)        Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
d.      Kebutuhan harga diri, misalnya :
1)        Ingin dihargai dan menghargai orang lain
2)        Adanya respek atau perhatian dari orang lain
3)        Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan
e.       Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :
1)        Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain
2)        Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita
3)        Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha, kekayaan, dan lain-lain.

3.  Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
a.       Perilaku Pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata.
b.      Perilaku Aktif (respons eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

4. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.
Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang masih tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan yang nyata atau practice/psychomotor)
Menurut Notoatmodjo (1997), rangsangan yang terkait dengan perilaku kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.
5. Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit
Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan-tingkatan pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit, yaitu :
  1. Perilaku peningkatan dan pemeliharan kesehatan (health promotion behavior)
  2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)
  3. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
  4. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)
6. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan
Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional, meliputi :
a.       Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
b.      Respons terhadap cara pelayanan kesehatan
c.       Respons terhadap petugas kesehatan
d.      Respons terhadap pemberian obat-obatan
Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.
7.    Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental behaviour)
Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai determinant (faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini sesuai lingkup kesehatan lingkungan, yaitu :
a.       Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b.      Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor atau kotoran. Disini menyangkut pula higiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.
c.       Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik limbah cair maupun padat. Dalam hal ini termasuk sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat dan dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
d.      Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat menyangkut ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
e.       Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang vektor.
8.    Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat
Menurut Sarwono (1993) yang dimaksud dengan perilaku sakit dan perilaku sehat sebagai berikut :
Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Perilaku sakit menurut Suchman adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu.
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.
Penyebab perilaku Sakit
Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Sarwono (1993) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut :
a.    Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan normal.
b.    Anggapan adanya gejalan serius yang dapat menimbulkan bahaya.
c.    Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
d.   Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat dilihat.
e.    Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
f.     Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang penyakit.
g.    Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
h.    Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
i.      Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas, tenaga, obat-obatan, biaya dan transportasi.
9.    Domain Perilaku
a.   Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (over behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng.
Proses adopsi perilaku, menurut Notoadmodjo (1997) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan (akronim AIETA), yaitu :
a)      Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.
b)      Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus
c)      Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.
d)     Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.
e)      Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.
Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan, yaitu :
a)      Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingatkan atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisi dan menyatakan.
b)      Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan.
c)      Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
d)     Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi.
e)      Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f)       Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek, evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

b.    Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersbeut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu.
Tingkatan sikap adalah menerima, merespons, menghargai dan bertanggung jawab.
c.    Tingkatan Praktik atau Tindakan
Seperti halnya pengetahuan dan sikap, praktik juga memiliki tingkatan-tingkatan, yaitu :
1)        Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan.
2)        Respons terpimpin, yaitu individu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai contoh.
3)        Mekanisme, individu dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah menjadi kebiasaan.
4)        Adaptasi, adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dan dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran.


B.  Konsep Keluarga
1.  Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (DepKes RI, 1998).
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. (Bailon Maglaya : 1989).
2. Perilaku Keluarga
Seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu yang didasari oleh harapan dan pola perilaku keluarga. Ayah sebagai penanggung jawab untuk kelangsungan hidup keluarga atas kesehatan baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit. Ibu berperan sebagai pembimbing, pendorong, pengasuh, pendidik dalam rangka pertumbuhan anak. Anak menerima hak untuk diasuh dan dimbing dan melaksanakan tanggung jawabnya kepada pengetahuan keluarga mengenai menjaga kesehatan agar selalu dalam keadaan sehat, segeralah keluarga membawa penderita untuk mendapatkan pengobatan serta bagaimana cara keluarga dapat pencegahan penyakit TBC Paru.

3.                                                    Fungsi Keluarga
Fungsi  keluarga terbagi atas :
a.       Fungsi Biologi
1)      Untuk meneruskan keturunan
2)      Memelihara dan membesarkan anak
3)      Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
4)      Memelihara dan merawat anggota keluarga
b.      Fungsi Psikologis
1)      Memberikan kasih sayang dan rasa aman
2)      Memberikan perhatian diantara anggota keluarga
3)      Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
4)      Memberikan indentitas keluarga
c.       Fungsi Sosialisasi
1)      Membina sosialisasi pada anak
2)      Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkatan perkembangan anak
3)      Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
d.      Fungsi Ekonomi
1)      Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
2)      Penganggaran  penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga
3)      Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang.
e.       Fungsi Pendidikan
1)      Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat.
2)      Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3)      Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.





C.  Penyakit TBC Paru
      1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).
2.Epidemiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of Tuberculosis,Guidelines for National Programmes, 1997). Di negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang, 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun) debu (Depkes RI, 2002).  Penelitian Heryanto ,dkk (2001) di Kabupaten Bandung menemukan Karakteristik kasus kematian penderita TB paru hampir tersebar pada semua kelompok umur, paling banyak pada kelompok usia 20-49 tahun (58,3%) yang merupakan usia produktif dan usia angkatan kerja. Proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki (54,5%) dan perempuan (45,5%). Sebagian besar tidak bekerja (34,9%) dan berpendidikan rendah (tidak sekolah,tidak tamat SD,dan tamat SD) sebesar 62,9% .
3.Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis
Kuman TBC bersifat aerob dan lambat tumbuh (Holt, 1994). Suhu optimum pertumbuhannya 37-38oC. Kuman TBC cepat mati pada paparan sinar matahari langsung tapi dapat bertahan beberapa jam pada tempat yang gelap dan lembab serta dapat bertahan hidup 8-10 hari pada sputum kering yang melekat pada debu (Depkes RI,  2002).
Sumber infeksi yang terpenting adalah dahak penderita TBC Paru. Penularan terjadi melalui percikan dahak (Droplet Infection) saat penderita batuk, berbicara atau meludah (Soediman, 1995). Kuman TBC Paru dari percikan  tersebut melayang di udara, jika terhirup oleh orang lain  akan masuk kedalam system respirasi dan selanjutnya dapat menyebabkan penyakit pada penderita yang menghirupnya.
Kuman TBC dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh dan lebih memilih bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru merupakan tempat predileksi utama kuman TBC. Gambaran TBC pada paru  yang dapat di jumpai adalah  kavitasi, fibrosis, pneumonia progresif  dan TBC endobronkhial. Sedangkan bagian tubuh ekstra  paru yang sering terkena TBC adalah pleura, kelenjar getah bening, susunan saraf pusat, abdomen dan tulang (WHO, 2002).
Kemungkinan suatu infeksi berkembang menjadi penyakit, tergantung pada konsentrasi kuman yang terhirup dan daya tahan tubuh (Depkes RI, 2002).
4.Gejala Klinis Tuberkulosis
            Gambaran klinis pada TBC Paru meliputi (Dahlan, 1994):
            a. Gejala umum, berupa :
1)   Demam dan keringat dingin
2)   Penurunan berat badan
3)   Lemah badan
4)   Nafsu makan kurang
            b. Gejala saluran pernapasan, berupa:
1)   Batuk dengan atau tanpa sputum selama 3 minggu atau lebih.
2)   Hemoptisis
3)   Nyeri dada
4)   Sesak nafas
5)   Wheezing local
6)   Ronkhi di puncak paru
7)   Pneumonia yang lambat sembuh
5. Diagnosis Tuberkulosis
            Diagnosis TBC ditegakkan atas  dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.  Gejala dan tanda TBC Paru dapat juga dijumpai pada penyakit paru lain. Untuk memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan sputum terhadap Basil Tahan Asam (BTA) secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang yang tercepat memberikan hasil untuk menegakkan diagnosa TBC (Depkes RI, 2002).
Diagnosa TBC Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif, perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
6. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.  Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan (www.klikpdpi.com).
7. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
           Obat yang dipakai:
a.    Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:  Rifampisin, INH , Pirazinamid , Streptomisin , Etambutol.
b.    Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) : Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat. Beberapa obat  berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : Kapreomisin, Sikloserino, PAS (dulu tersedia) Derivat rifampisin dan INH, Thioamides (ethionamide dan prothionamide). (www.klikpdpi.com).
   
 
BAB  III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

 
B.  Hipotesis Penelitian
Ha :
  1. Ada hubungan pengetahuan keluarga dengan pencegahan penularan TBC  paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
  2. Ada hubungan sikap keluarga dengan pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
  3. Ada hubungan tindakan keluarga dengan pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
H0 :
  1. Tidak ada hubungan pengetahuan keluarga dengan pencegahan penularan TBC  paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
  2. Tidak ada hubungan sikap keluarga dengan pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
  3. Tidak ada hubungan tindakan keluarga dengan pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.
 
   
 
BAB  IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Dilihat dari cara pengumpulan dan pengolahan datanya maka penelitian dan pembahasan ini merupakan penelitian dengan desain Cross Sectional.

.  Populasi, Sampel  dan Sampling
      1. Populasi
 Keseluruhan keluarga yang sedang menjaga anggota keluarga yang dirawat karena Tuberkulosis Paru di ruang penyakit dalam RSUD DR.Sam Ratulangi Tondano.
2. Sampel dan Sampling
  Teknik sampling menggunakan purposive sampling dan rumus besar sampel populasi < 1000 (Nursalam,20003):
            
n =
 
                  N
                            1 + N (d)2
Keterangan :
n : jumlah sample
N : jumlah populasi
d : tingkat signifikansi (p)
 
 



3.  Kriteria Sample :
a.    Kriteria Inklusif
1)        Masing-masing satu orang anggota keluarga dari salah satu anggota keluarga di diagnosis TBC
2)        Usia minimal 20 tahun
3)        Pendidikan minimal SLTP
4)        Bersedia menjadi responden penelitian
b.    Kriteria Eksklusif
1)         Tidak tinggal serumah dengan penderita
2)         Tidak mengerti cara penularan TB paru

D.   Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional

1. Variabel independen (Bebas)

Variabel bebas (variabel independen): pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga

2. Variabel Dependen (Tergantung)
       Variabel tergantung (variabel dependen): pencegahan penularan TB Paru.
       3. Definisi Operasional
Variabel
Definisi Operasional
Parameter
Alat Ukur
Skala
Score






Independen
Penge-tahuan keluarga
Jawaban responden mengenai pemahaman dalam keluarga  tentang pencegahan pe-nularan TBC paru.
Penyebab TBC paru, penularan TBC, pencegahan TBC paru.

Kuisioner
Ordinal
Baik :
76-100%
Cukup :
56-75 %
Kurang :
< 56 %


Positif:
> 50%
Negatif:
< 50%
Sikap keluarga
Jawaban responden berupa respon yang dilakukan keluarga terhadap pencegahan penularan pe-nyakit TBC paru .
Sikap terhadap gizi penderita, sikap keluarga dalam memotivasi klien untuk berobat, sikap terhadap penularan TB Paru.
Kuisioner
Ordinal
Tindakan Keluarga
Jawaban responden mengenai perlakuan keluarga untuk melakukan pencegahan penularan penyakit TBC paru di rumah.

Cara memisah-kan alat-alat makan, menyiapkan tempat untuk membuang dahak, cara isolasi dan pengaturan ventilasi
Kuisioner
Ordinal
Baik :
76-100%
Cukup :
56-75 %
Kurang :
< 56 %

Dependen
Pencegahan Penularan Penyakit TBC paru
Temuan peneliti mengenai kegiatan yang merupakan usaha yang dilakukan keluarga untuk menghindari tertularnya pe-nyakit TBC paru ketika menunggui keluarganya yang sedang dirawat.

Cara memisah-kan alat-alat makan, menyiapkan tempat untuk membuang dahak dan menjaga kontak dengan penderita.
Observasi
ordinal
Baik :
76-100%
Cukup :
56-75 %
Kurang :
< 56 %


Tabel 4.1. Definisi Operasional penelitian hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan  keluarga dengan pencegahan penularan TBC paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di ruangan Penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano. Waktu penelitian minggu pertama sampai minggu keempat bulan April 2008.

 



F.   Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

1.  Instrumen
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
a.         Data Demografi Reponden meliputi Umur dan Jenis Kelamin responden
b.         Kuisioner mengenai pengetahuan tentang TBC Paru berisi 10 pertanyaan yang terdiri dari 2 pilihan jawaban yaitu benar atau salah dengan kriteria pemberian nilai 1 (satu) untuk jawaban benar dan nilai 0 (nol) untuk jawaban salah. Untuk perhitungan objektif diukur dengan menggunakan rumus: P=F/N x 100%
       Dimana     P   : Prosentasi
                                    F   : Jumlah jawaban yang benar
       N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar (Arikunto, 1998)
       Setelah prosentasi diketahui kemudian hasilnya diinterprestasikan dengan     Kriteria  Baik     : 76 % -100 %, Cukup : 56 % - 75 %, Kurang  : kurang dari 56 % (Arikunto, 1998).
c.       Kuisioner mengenai sikap terhadap pencegahan penularan TB Paru.
Pengukuran sikap pada responden terdiri dari 10 pertanyaan dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 (empat) pilihan jawaban yaitu:
Untuk jawaban pertanyaan positif
4   : Bila pilihan jawaban responden : sangat setuju
3   : Bila pilihan jawaban responden : setuju
2   : Bila pilihan jawaban responden : tidak  setuju
1        : Bila pilihan jawaban responden : sangat tidak setuju
d.      Kuisioner mengenai tindakan pencegahan TBC Paru berisi 10 pertanyaan yang terdiri dari 2 pilihan jawaban yaitu benar atau salah dengan kriteria pemberian nilai 1 (satu) untuk jawaban benar dan nilai 0 (nol) untuk jawaban salah. Untuk perhitungan objektif diukur dengan menggunakan rumus: P=F/N x 100%
       Dimana     P   : Prosentasi
                                    F   : Jumlah jawaban yang benar
       N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar (Arikunto, 1998)
       Setelah prosentasi diketahui kemudian hasilnya diinterprestasikan dengan     Kriteria  Baik     : 76 % -100 %, Cukup : 56 % - 75 %, Kurang  : kurang dari 56 % (Arikunto, 1998) .
e.         Lembar Observasi pencegahan TBC Paru berisi 10 item penilaian pertanyaan yang terdiri dari 2 pilihan penilaian yaitu Ya atau Tidak dengan kriteria pemberian nilai 1 (satu) untuk jawaban benar dan nilai 0 (nol) untuk jawaban salah. Untuk perhitungan objektif diukur dengan menggunakan rumus: P=F/N x 100%
       Dimana     P   : Prosentasi
                                    F   : Jumlah jawaban yang benar
       N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar (Arikunto, 1998)
       Setelah prosentasi diketahui kemudian hasilnya diinterprestasikan dengan     Kriteria  Baik     : 76 % -100 %, Cukup : 56 % - 75 %, Kurang  : kurang dari 56 % (Arikunto, 1998) .

     2. Prosedur Pengumpulan Data

Peneliti akan mendatangi keluarga yang sedang menunggui/ menjaga anggota keluarganya yang dirawat karena TBC Paru di ruang perawatan penyakit dalam RSUD DR.Sam Ratulnagi Tondano. Setelah diidentifikasi dan keluarga bersedia menjadi responden maka diberikan kuesioner. Setelah responden mengisi kuesioner selanjutnya peneliti melakukan pengamatan/ observasi terhadap kegiatan responden yang berkaitan dengan pencegahan penyakit TB Paru.

G. Cara Analisa Data
Setelah  data lembaran observasi terkumpul, akan diperiksa kembali untuk mengetahui kelengkapan isi,kemudian ditabulasi,dikelompokkan berdasarkan variabel yang diteliti hasil yang ada diberi skor sesui yang sudah ditetapkan kemudian diberi kode ( koding ) .
Setelah itu data akan diinput dan akan diolah dengan software computer SPSS ( statistical product and service solution ) versi 13.0 (Triton, 2006 ) untuk analisa dengan uji Spearman dengan nilai signifikansi < 0,05. Karena korelasi Spearman Rank bekerja dengan data ordinal , maka data yang telah peneliti dapatkan tersebut terlebih dahulu diubah menjadi data ordinal dalam bentuk rangking. Berdasarkan Sugiyono (2002) untuk membuktikan penafsiran terhadap yang di tentukan apakah atau kecil tingkat hubungannya, maka di buat pedoman  sebagai berikut :
Tabel 4.2 :  Koefesien Korelasi Dan Tingkat Hubungan
Interval koefesien
Tingkat hubungan
0,0 – 0,1
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 - 1000
Sangat kuat
 
Dari hasil uji ini akan ditentukan apakah hipotesa diterima atau ditolak. Apabila nilai yang didapat lebih besar daripada nilai signifikansi 0,05, maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak. Tapi apabila nilai yang didapat lebih kecil dari nilai singnifikansi 0,05, maka hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak.     

H. Etika Penelitian
Persetujuan dan kerahasian responden adalah hal utama yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu peneliti sebelum melakukan penelitian telah mengajukan permohonan kapada pihak yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat dalam penelitian,agar tidik terjadi pelnggaran hak- hak manusia menjadi subjek peneliti. 
Sebelum melakukan penelitian, peneliti akan mengajukan ijin terlebih dahuluh  kepada kepada dekan fakultas keperawatan UNSRIT dan direktur RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano. Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak tersebut diatas, peneliti memulai penelitian dengan menekankan prinsip – prinsip dalam etika yang berlaku.
Prinsip dalam etika meliputi :   
a.         Informed consent (persetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan di teliti, tujuannya subjek mengetahui maksud penelitian serta dampak pada lahan pengolahan data. Lembaran ini disertai dengan judul penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.
b.        Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut hanya diberikan kode tertentu.
c.         Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dan data yang diperoleh dari responden, dijamin peneliti hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.